Gimana Cara Self-love Agar Nggak Jadi Toxic Positivity?

Akhir-akhir ini banyak sekali istilah self-love di media sosial. Menyayangi diri apa adanya, menerima keadaan baik dan buruknya diri kita adalah hal baik. Tapi, gimana caranya agar self-love nggak jadi toxic positivity?

Apa itu Self-love?
Self-love adalah cara mengekspresikan rasa cinta terhadap diri sendiri yang mendukung perkembangan fisik, psikologis, dan spiritual kita. Dengan mempraktikkan self-love, kita akan menyadari pentingnya kebahagiaan, kesejahteraan, dan mendengarkan kebutuhan diri kita. Konsep ini penting banget, terutama karena budaya Indonesia seringkali menuntut kita untuk mengorbankan kebutuhan diri sendiri di atas kepentingan orang lain. Alias, ngga enakan.

Nah, dengan adanya media sosial yang menampilkan influencers yang hidupnya seakan sempurna, orang-orang biasa seperti kita cenderung merasa rendah diri, iri, dan seringkali punya ekspektasi yang ngga berdasarkan kenyataan. Makanya, istilah self-love mulai banyak digaungkan, untuk menarik diri kita kembali ke realita dan menerima diri apa adanya.

Body Positivity Campaign
Beriringan dengan self-love, kampanye body positivity juga semakin bergaung. Beramai-ramai brand menampilkan model yang mendobrak paham bahwa cantik itu harus putih, tinggi, kurus, berambut lurus, bebas noda, tak ada cela. Model-model berbagai macam bentuk tubuh, warna kulit, jenis rambut, bentuk wajah pun semakin diusung. Dari yang kurus banget, sampai gemuk banget, you must love your body no matter what. Because you have to love yourself no matter what.

Baca Juga: Self-love is self-care. Jenis diet mana yang cocok untukmu?

Toxic Positivity = Senjata Makan Tuan
Namun, kampanye ini perlahan malah berbalik jadi senjata makan tuan karena seolah memaksa kita untuk suka sama diri kita tanpa syarat. Padahal, ada saat-saat di mana kita ngga begitu suka dengan diri kita, merasa kecewa, ngga mampu, dan merasa terbatas sebagai manusia. Dan setiap kali ingat bahwa kita harus menyayangi diri, kita malah jadi merasa bersalah. Nah, itu artinya kamu udah terjebak toxic positivity!

Gimana Supaya Nggak Jadi Toxic?
Menurut Brain & Behavior Foundationself-love itu ada beragam bentuknya. Setiap orang punya bentuk dan caranya sendiri, sehingga mengenali bagaimana kita menyayangi diri sendiri adalah langkah pertama untuk memulai self-love. Yang kedua, pahami bahwa self-love itu bukan berarti baik kepada diri sendiri setiap saat. Terimalah bahwa ada saat-saat kamu merasa ngga oke, ngga mampu, atau ngga mau. Bertindaklah sesuai kebutuhan, bukan keinginan (apalagi keinginan society).

Self-love adalah menyayangi diri meskipun tidak sempurna, dan berusaha untuk menjadi lebih baik sesuai ritme masing-masing. Bukannya berusaha membuat diri sempurna sampai mengorbankan setiap waktu, tenaga, dan pikiran yang kita punya. Alias toxic positivity.

 

Mengubah Cara Bicara ke Diri Sendiri
Kita seringkali paling keras menilai diri sendiri dibanding orang lain. Dan paling keras juga menuntut diri untuk selalu positif setiap saat. Tapi, ini ngga helpful, lho. Yuk, ubah cara kita menyemangati diri sendiri. Misalnya seperti ini:

Daripada bilang
'Bisa, bisaa! Aku pasti bisa. Segini tuh ngga banyak. Orang lain pun kerjaannya banyak banget kok. Ini ngga ada apa-apanya.'

Coba bilang
'Aduh, kerjaanku bulan ini jelek banget. Aku ngga puas deh. Bulan depan, aku akan melakukan (ini-ini-ini) supaya lebih baik. Banyak banget sih, tapi aku coba satu-satu dulu deh biar ngga burnout...'

Daripada bilang
'Aku ikhlas kok kehilangan dia. Aku kuat kok, orang lain aja ditinggal kekasihnya bisa, aku juga bisa.'

Coba bilang
'Aku sadar aku belum ikhlas, dan aku ingin banget ikhlas. Yaudah deh, hari ini aku gagal ikhlas, besok aku bakalan coba cara lain untuk bisa berhasil.'

Semoga artikel ini membantumu paham cara self-love sesungguhnya tanpa jadi toxic positivity ya!

Leave a comment

All comments are moderated before being published

Shop now

WE TAKE CARE OF YOU

Day and Night

Big and Small

Inside and Out